MAKALAH TENTANG PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH




UNIVERSITAS GUNADARMA

FAKULTAS EKONOMI S1
AKUNTANSI



PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH
Disusun Oleh :
Sarah Azarine

Mata Kuliah : Perekonomian Indonesia
Dosen : Eva Karla

DEPOK
2018

 




KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan nikmat dan kemampuan sehingga makalah ini bisa terselesaikan. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi syarat untuk memperoleh nilai tugas pada mata kuliah Perekonomian Indonesia.
Pada kesempatan kali ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Perekonomian Indonesia yang telah banyak memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi saya. Dikarenakan pengetahuan yang terbatas, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya, baik dari segi materi maupun dari segi tata bahasanya. Namun, saya telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Sekian dan terimakasih.


                                                                                                Depok,13 Maret 2018


Penulis
 






DAFTAR ISI

Halaman Judul 1
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
1.2.   Rumusan Masalah
1.3.   Tujuan Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
2.1.   Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah
2.2.   Strategi Pembangunan Ekonomi Di Daerah
2.3.   Dampak Otonomi Terhadap Ekonomi Daerah
2.4.   Penerimaan Daerah dan Peranan Pendapatan Asli Daerah
2.5.   Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
BAB III PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
3.2.   Saran
Daftar Pustaka




BAB I
PENDAHULUAN


1.1.         Latar Belakang

Indonesia merupakan archipelago state (negara kepulauan) yang terhimpun dari bermacam – macam suku dan budaya dalam berbagai daerah yang terbentang dari Sabang hingga Merauke yang memliki banyak perbedaan atas potensi Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia. Perbedaan tersebut timbul karena perbedaan letak geografis suatu daerah dengan daerah lain ataupun latar belakang sejarah daerah tertentu. Karena perbedaan tersebut, tentunya di berbagai daerah membutuhkan penerapan kebijakan daerah yang berbeda. Dalam hal ini bangsa Indonesia kini telah berhasil membentuk kebijakan Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri yang sesuai dengan karakter  dan ciri khas dari daerahnya masing-masing.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah, maka terjadi pula pergeseran dalam pembangunan ekonomi yang tadinya bersifat sentralisasi (terpusat), sekarang mengarah kepada desentralisasi yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun wilayahnya termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya.
Pengertian dan penerapan pembangunan daerah umumnya dikaitkan dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik yang berhubungan dengan alokasi secara spasial dari kebijakan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dengan demikian, kesepakatan-kesepakatan nasional menyangkut sistem politik dan pemerintahan, atau aturan mendasar lainnya, sangat menentukan pengertian dari pembangunan daerah. Maka dari itu kami mencoba membuat suatu pemaparan mengenai pembangunan ekonomi daerah dan otonomi daerah.

1.2.         Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :  

  1. Apakah pengertian pembangunan ekonomi daerah dan otonomi daerah? 
  2. Bagaimana strategi pembangunan ekonomi di daerah?
  3. Apa dampak dari otonomi terhadap ekonomi daerah? 
  4. Apa perubahan penerimaan daerah dan peranan pendapatan asli daerah?
  5. Permasalahan apa yang biasanya ada dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?


2.1.         Tujuan Pembahasan

  1. Menjelaskan pengertian pembangunan ekonomi daerah dan otonomi daerah 
  2. Mengetahui strategi pembangunan ekonomi di derah 
  3. Mengetahui dampak dari otonomi daerah 
  4.  Mengetahui perubahan penerimaan daerah dan peranan pendapatan asli daerah 
  5.   Menjelaskan permasalahan yang biasa terjadi dalam Pembangunan Ekonomi Daerah



BAB II
PEMBAHASAN


2.1.         Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah

Pembangunan ekonomi tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth), pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah adalah strategi pemerintah nasional dalam menjalankan campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi jalannnya proses pembangunan di daerah-daerah sebagai bagian dari daerah nasional supaya terjadi perkembangan kearah yang dikehendaki. Dalam pembangunan ekonomi daerah yang menjadi pokok permasalahannya adalah terletak pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah).
Sedangkan istilah otonomi daerah berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu pilar utama yang harus ditegakkan dalam rangka mengembangkan otonomi daerah yang benar-benar lebih nyata dan bertanggung jawab adalah aspek pembiayaan. Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:

  1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
  2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah 
  3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah 
  4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 
  5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
  6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
  7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 

Adapun dasar-dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah adalah sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18 Ayat 1 - 7, Pasal 18A ayat 1 dan 2 , Pasal 18B ayat 1 dan 2 
  2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI 
  3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah
  4. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 
  5. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 
  6. UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi UU No.32 Tahun 2004)

2.2.         Strategi Pembangunan Ekonomi Di Daerah

                Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari otonomi daerah karena pembangunan dapat dilakukan dengan maksimal jika otonomi daerah sudah diimplementasikan dengan baik. Dalam membangun ekonomi di daerah, diperlukan strategi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya fluktuasi ekonomi sektoral yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesempatan kerja. Lincolin Arsyad (2000) secara garis besar menggambarkan strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
  1. Strategi pengembangan fisik ( locality or physical development strategy)                                                                       Strategi pembagunan fisik ini adalah untuk menciptakan identitas masyarakat , dan memperbaiki daya tarik pusat kota (civic center) dalam upaya memperbaiki dunia usaha daerah. Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, yaitu : 
    • Pembuatan bank tanah (land banking), bertujuan agar memiliki data tentang tanah yang kurang optimal penggunaannya, tanah yang belum dikembangkan, atau salah dalam penggunaannya dan lain sebagainya. 
    • Pengendalian perencanaan dan pembangunan, bertujuan untuk memperbaiki iklim investasi di daerah dan meperbaiki citra pemerintah daerah. 
    • Penataan kota (townscaping), bertujuan untuk memperbaiki sarana jalan, penataan pusat-pusat pertokoan, dan penetapan standar fisik suatu bangunan.
    • Pengaturan tata ruang (zoning) dengan baik bertujuan untuk merangsang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. 
    • Penyediaan perumahan dan pemukiman yang baik akan berpengaruh positif bagi dunia usaha, disamping menciptakan lapangan kerja. 
    • Penyediaan infrastruktur seperti sarana air bersih, taman, sarana parkir, tempat olahraga dan lain sebagainya 
  2. Strategi pengembangan dunia usaha ( business development  strategy )                                                                          Strategi pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam pembangunan ekonomi daerah, karena daya tarik, kerativitas atau daya tahan kegiatan ekonomi dunia usaha merupakan cara terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat. Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung antara lain :
    • Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia usaha, melalui pengaturan dan kebijakan yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha dan pada saat yang sama mencegah penurunan kualitas lingkungan.
    • Pembuatan informasi terpadu yang dapat memudahkan masyarakat dan dunia usaha untuk berhubungan dengan aparat pemerintah daerah yang berkaitan dengan perijinan dan informasi rencana pembangunan ekonomi daerah.
    • Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil, karena usaha kecil perannya sangat penting sebagai penyerap tenaga kerja dan sebagai sumber dorongan memajukan kewirausahaan.
    • Pembuatan system pemasaran bersama untuk menghindari skala yang tidak ekonomis dalam produksi, dan meningkatkan daya saing terhadap produk impor, seta sikap kooperatif sesama pelaku bisnis. 
    • Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan litbang. Lembaga ini diperlukan untuk melakukan kajian tentang pengembangan produk baru, teknologi baru,dan pencarian pasar baru
  3. Strategi pengembangan sumber daya manusia ( human resource development strategy )                                           Strategi pengembangan sumberdaya manusia merupakan aspek yang paling penting dalam proses pembangunan ekonomi, oleh karena itu pembangunan ekonomi tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas dan ketrampilan sumberdaya manusia adalah suatu keniscayaan. Pengembangan kualitas seumberdaya manusia dapat dilakukan denganca cara :
    • Pelatihan dengan system customized training, yaitu system pelatihan yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan sipemberi kerja.
    • Pembuatan bank keahlian (skill banks), sebagai bank informasi yang berisi data tentang keahlian dan latar belakang orang yang menganggur di penciptaan iklim yang mendukung bagi perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dan keterampilan di daerah.
    • Pengembangan lembaga pelatihan bagi para penyandang cacat.
  4. Strategi pengembangan masyarakat (community based development strategy)                                                             Strategi pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memberdayakan (empowerment) suatu kelompok masyarakat tertentu pada suatu daerah. Kegiatan-kegiatn ini berkembang baik di Indonesia belakangan ini, karena ternyata kebijakan umum ekonomi yang tidak mampu memberikan manfaat bagi kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Meskipun strategi sudah dilakukan tetapi tetap saja di beberapa daerah pembangunan ekonomi tidak merata yang disebabkan oleh:
    • Wilayah yang terpencil dan terbelakang 
    • Rendahnya penyerapan informasi 
    • Korupsi terhadap anggaran pembangunan 
    • Kurangnya keterkaitan atau peranan pemerintah dengan masyarakat 
    • SDM yang kurang berkualitas dan bersifat pilih-pilih

2.3.         Dampak Otonomi Terhadap Ekonomi Daerah

Perekonomian sangat sensitif apabila dihubungkan dengan proses otonomi daerah. Pembangunan ekonomi suatu daerah seharusnya lebih baik apabila diselenggarakan dengan konsep desentralisasi. Dengan adanya otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat dan kebijakan – kebijakan pemerintah lebih tepat sasaran, karena pemerintah daerah cenderung lebih mengerti keadaan, situasi, dan potensi di daerahnya  daripada pemerintah pusat. Kemandirian dalam melakukan kegitan ekonomi dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD), selain itu tingkat pemberdayaan masyarakat kecil juga dapat terlaksana.
Seperti di Jambi, peradagangan semakin pesat karena ditunjang transportasi sungai di daerah Jambi sehingga mewujudkan perdagangan ekspor impor, jaringan perdagangan regional dan internasional. Salah satu faktor penting yang melatarbelakangi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi masyarakat jambi adalah meningkatnya sektor pertanian dan perkebunan seperti padi, kopi, lada, cengkeh, tembakau, dan tembakau. Keterlibatan masyarakat Jambi begitu besar terhadap penanaman karet rakyat. Petani karet rakyat di Jambi lebih berhasil dibanding dengan petani karet di Malaka sekitar tahun 1904. Hal ini disebabkan oleh terjadinya jaringan transportasi sungai dibandingkan Malaka. Contoh lainnya yaitu Maluku dan Papua program beras miskin yang dicanangkan pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena   sebagian penduduk disana tidak bisa mengonsumsi beras, mereka bisa mengonsumsi sagu, maka pemerintah disana hanya mempergunakan dana beras miskin tersebut untuk membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat.

2.4.         Penerimaan Daerah dan Peranan Pendapatan Asli Daerah 

Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi.” Adapun sumber-sumber penerimaan daerah yaitu:
  • Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu
  •  Pendapatan Asli Daerah (PAD)  
  • Bagi hasil pajak dan bukan pajak 
  •  Sumbangan dan bantuan
  • Penerimaan bantuan

Pesatnya pembangunan daerah yang menyangkut perkembangan kegiatan fiskal yang membutuhkan alokasi dana dari pemerintah daerah mengakibatkan pembiayaan pada pos belanja yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan membutuhkan tersedianya dana yang besar pula untuk membiayai kegiatan tersebut. Dengan belanja yang semakin meningkat maka dibutuhkan dana yang semakin besar pula agar belanja untuk kebutuhan pemerintah daerah dapat terpenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan belanja pemerintah, maka diharapkan pelayanan terhadap masyarakat menjadi lebih baik dan kesejahteraan masyarakat menjadi meningkat.
Di samping itu PAD juga mencerminkan kemandirian suatu daerah. Sebagaimana Santoso (1995 : 20) mengemukakan bahwa PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total pengeluaran daerah, namun proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah tetap merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dinyatakan bahwa PAD terdiri dari :
  1. Hasil pajak daerah                                                                                                                                                                 Ciri-ciri pajak daerah yaitu :
      • Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah
      • Penyerahan dilakukan berdasarkan Undang-Undang
      • Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan Undang-Undang dan peraturan hukum lainnya 
      • Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum public
  2. Hasil retribusi daerah
    Ciri-ciri retribusi daerah yaitu :
      • Retribusi dipungut oleh daerah
      • Dalam pungutan retibusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk
      • Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan atau menganyam jasa yang disediakan daerah
  3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan                                                                                                              Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang dilepaskan dan penguasaan umum yang dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja daerah dan dimaksudkan untuk dikuasai dan dipertanggung jawabkan sendiri
  4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
    Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah meliputi :
      • Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
      • Jasa giro 
      • Pendapatan bunga 
      • Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dan penjualan dan pengadaan barang dan jasa oleh daerah

2.5.         Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah


Meskipun sudah memiliki strategi, kita tidak bisa memastikan tidak ada permasalahan dalam pembangunan ekonomi. Berikut merupakan contoh permasalahan dalam pembanguanan ekonomi darah yang sering terjadi, yaitu :
  • Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri
Pertumbuhan ekonomi di daerah dengan konsentrasi ekonomi yang tinggi cenderung pesat, sedangkan daerah yang konsentrasi ekonominya rendah ada kecenderungan tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonominya juga rendah.
Terjadinya ketimpangan pembangunan sektor industri atau tingkat industrialisasi antar daerah adalah sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar daerah. Kurang berkembangnya sektor industri di luar Jawa merupakan salah satu penyebab terjadinya kesenjangan ekonomi antara Jawa dengan wilayah di luar Jawa. Pada daerah di luar Jawa, seperti sumatera, kalimantan timur, papua, bisa menjadi wilayah-wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan sektor industri manufaktur. Hal ini dapat dilihat dari dua hal yaitu ketersediaan bahan baku dan letak geografis yang dekat dengan negara tetangga yang bisa menjadi potensi pasar yang besar yang baru di samping pasar domestik.
  • Kurang Meratanya Investasi
Kurangnya investasi di suatu daerah membuat pertumbuhan dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat di daerah tersebut rendah. Hal ini dikarenakan tidak adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur. Terhambatnya perkembangan investasi di daerah disebabkan banyak faktor, diantaranya kebijakan dan birokrasi yang selama orde baru terpusat, keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia di daerah-daerah luar jawa.
  • Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapitas antar daerah juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Hal ini karena perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar daerah. Menurut A. Lewis, jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua daerah akan menjadi lebih baik (dalam pengertian pareto optimal: semua daerah mengalami better off).
  • Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA)
Pemikiran klasik yang mengatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Hingga tingkat tertentu pendapat tersebut dapat dibenarkan, dalam arti sumber daya manusia dilihat hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, dan selanjutnya harus dikembangkan terus-menerus. Dan untuk itu diperlukan faktor-faktor lain, di antaranya adalah faktor teknologi dan sumber daya manusia.
Dengan penguasaa teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka lambat laun factor endowment tidak relevan lagi. Hal ini dapat kita lihat negara-negara maju seperti Jepang, Korea selatan, Taiwan, dan Singapura yang sangat miskin SDA.
  • Perbedaan Demografis
Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis antar daerah. Kondisi ini berpengaruh terhadap jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, kedisiplinan, dan etos kerja. Faktor-fator ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan dan penawaran.
Di sisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah penduduk yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin dan etos kerrja yang tinggi merupakan aset penting bagi produksi.
  • Kurang lancarnya Perdagangan antar Daerah
Kurang lancarnya perdagangan antara daerah (intra-trade) juga merupakan faktor yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional Indonesia. Tidak lancarnya intra trade  disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Jadi, tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari sisi permintaan dan penawaran.



BAB III
PENUTUP


3.1.         Kesimpulan

Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Lebih jauh lagi berarti perencanaan yang tepat sesuai dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha pembangunan. Perencanaan pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha pencapaian tujuan pembangunan tertentu. Adapun ciri dimaksud antara lain:
  • Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi yang kuat dapat tercermin dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi positif. 
  • Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
  • Berisi upaya melakukan struktur perekonomian 
  • Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja.
  • Adanya pemerataan pembangunan.

3.2.         Saran

Pembangunan daerah disertai dengan otonomi atau disebut juga otonomi daerah, sangat relevan dengan pembangunan secara menyeluruh karena beberapa alasan antara lain :
·         Bahwa pembangunan daerah sangat tepat diimplementasikan dalam mana perekonomian mengandalkan kepada pengelolaan sumber-sumber daya publik (Common and public resources) antara lain sektor kehutanan, perikanan, atau pengelolaan wilayah perkotaan.
·         Pembangunan daerah meyakini mampu memenuhi  harapan keadilan ek onomi bagi sebagian banyak orang. Dengan otonomi daerah diharapkan dapat memenuhi prinsip bahwa yang menghasilkan adalah yang menikmati, dan  yang menikmati haruslah yang menghasilkan.
·         Pembangunan daerah dapat menurunnya biaya-biaya transaksi ( transaction cost). Biaya transaksi merupakan biaya total pembangunan yang dapat dipisahkan ke dalam biaya informasi , biaya yang melekat dengan harga komoditi, dan biaya pengamanan.
·         Pembangunan daerah dapat meningkatnya domesticpurchasing power         
Empat alasan yang dikemukakan di atas memiliki makna strategis dalam rangka mengembangkan perekonomian di daerah utamanya di perdesaan. Hal tersebut bukan saja disebabkan sumber permasalahan lebih banyak bertempat diperdesakan secara fisik, tetapi sesungguhnya perdesaaan juga menyimpan nilai-nilai lokal yang perli diberi peluang untuk berkembang memanfaatkan sumber-sumberdaya alam melalui otonomi daerah.
Itulah sebabnya menjadi penting bahwa pembangunan daerah memerlukan perencanaan dan koordinasi yang terpadu, secara vertikal maupun horizontal, untuk mengantisipasi aliran externality secara spasial maupun akumulatif. Dengan demikian, kebijakan dan program pembangunan daerah yang disusun tidak hanya dapat memberi panduan yang terarah dan efisien bagi pemecahan permasalahan tetapi lebih jauh memberi jaminan akan keberlanjutan sistem produksi dalam wilayah.


Daftar Pustaka

BASRI, FAISAL.1995. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI. JAKARTA: ERLANGGA.
BUDIHARDJO.2001. Perkembangan Ekonomi Masyarakat Daerah Jambi Studi Masa Kolonial. YOGYAKARTA: MedPrint Offset.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KULINER NUSANTARA

OBJEK HUKUM