OBJEK HUKUM

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Sedangkan Objek Hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Subjek Hukum terdiri atas Subjek Hukum Manusia dan Subjek Hukum Badan Usaha. Dan Objek Hukum memiliki 2 jenis yang berdasarkan 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan)

B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan pengertian objek hukum
2.      Menjelaskan benda sebagai objek hukum
3.      Menjelaskan manusia sebagai objek hukum
4.      Menjelaskan hak kebendaan yang bersifat pelunasan

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami dan semua mahasiswa/i mampu memahami tentang objek hokum.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum  dan yang dapat menjadi objek suatu hubungan hukum karena hal itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Dalam bahasa hukum, objek hukum dapat juga disebut hak atau benda yang dapat dikuasai dan/atau dimiliki subyek hukum. Misalnya, Andi meminjamkan buku kepada Budi. Di sini, yang menjadi objek hukum dalam hubungan hukum antara Andi dan Budi adalah buku. Buku menjadi objek hukum dari hak yang dimiliki Andi.
Yang dimaksud dengan objek hukum atau Mahkum Bih ialah sesuatu yang dikehendaki oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia; atau dibiarkan oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau tidak. Dalam istilah ulama ushul fiqh, yang disebut Mahkum Bih atau objek hukum”. Yaitu sesuatu yang berlaku padanya hukum syara’. Objek hukum adalah “perbuatan” itu sendiri. Hukum itu berlaku pada perbuatan dan bukan pada zat. Umpamanya “daging babi”. Pada daging babi itu tidak berlaku hukum, baik suruhan atau larangan. Berlakunya hukum larangan adalah pada “memakan daging babi”; yaitu sesuatu perbuatan memakan, bukan pada zat daging babi itu.
Hukum syarat terdiri atas dua macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi jelas menyangkut perbuatan mukalaf; sedangkan sebagian hukum wadh’i adalah yang tidak berhubungan dengan perbuatan mukalaf seperti tergelincirnya matahari untuk masuknya kewajiban shalat Zuhur.
Tergelincirnya matahari itu (sebagian sebab) adalah hukum wadh’i dan karena ia tidak menyangkut perbuatan mukalaf, maka ia tidak termasuk objek hukum. Memang “perbuatan” itu melekat pada manusia hingga bila suatu perbuatan telah memenuhi syarat sebagai objek hukum, maka berlaku pada manusia yang mempunyai perbuatan itu beban hukum atau taklif. Dengan demikian, untukmenentukan apakan seseorang dikenai beban hukum terhadap suatu perbuatan, tergantung pada apakah perbuatannya itu telah memenuhi syarat untuk menjadi objek hukum.
Jenis Objek Hukum berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata, disebutkan “Bahwa benda dapat bigai menjadi 2, yaitu :
             1.      Benda yang bersifat kebendaan ( Materiekegoderen ) ialah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba                    dan dirasakan dengan panca indera yang terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
·         Benda bergerak / tidak tetap, yang berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
·         Benda tidak bergerak.
          2.      Benda yang bersifat tidak kebendaan ( Immateriekogoderan ) ialah suatu benda yang dirasakan oleh panca                  indera saja ( tidak dapat dilihat ) dan kemusian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan. Misalnya merk                perusahaan, paten dan ciptaan music / lagu.

B.     Benda Sebagai Objek Hukum
Objek hukum dapat berupa benda, baik benda yang bergerak, (misalnya mobil dan hewan) maupun benda tidak bergerak (misalnya tanah dan bangunan). Di samping itu, objek hukum dapat berupa benda berwujud (misalnya tanah, bangunan, dan mobil) maupun benda tidak berwujud (misalnya hak cipta, hak merek, dan hak paten).
Kemudian berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :
           1.      Benda bergerak / tidak tetap
           Berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan. Dibedakan menjadi sebagai                     berikut :

    • Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
    • Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
           2.      Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
·       Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
·       Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
·       Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
           1.      Pemilikan (Bezit)
         Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH                Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk             barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
           2.      Penyerahan (Levering)
       Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand               by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
           3.      Daluwarsa (Verjaring)
      Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini                sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak                          bergerak mengenal adanya daluwarsa.

C.      Manusia Sebagai Objek Hukum
Manusia sebagai subyek hukum dikatakan juga sebagai pembawa hak atau pendukung hak. Sebagai subyek hukum manusia mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan dalam lapangan hukum, seperti mengadakan perjanjian jual beli,mengadakan pernikahan, mengadakan pembagian warisan, dan sebagainya.
Dalam ilmu pengetahuan hukum barat, manusia sebagai pembawa hak atau sebagai subyek hukum dinamakan juga “persoon”. Soediman Kartohadiprodjo ( 1987: 77 ) menyatakan, bahwa kedudukan hak pada manusia adalah sedemikian rupa yang meskipun dikurangi oleh undang-undang atau putusan hakim atau dibatasi oleh undang-undang, tetapi mengurangi atau membatasi ini tidak dapat sedemikian sehingga orang yang bersangkutan itu kehilangan seluruh haknya sebagai orang ( pasal 1 KUH Perdata ).
Tiap manusia merupakan orang yang karena terbawa oleh keadaan bahwa ia manusia. Karena itu orang yang bercorak manusia  itu disebut orang asli ( natuurlijke persoon ), sebagai lawan subjek hukum lainnya, yaitu badan hukum ( recht persoon). Setiap manusia itu adalah orang, ini mengandung arti, bahwa :

  1. Tidak dikenal adanya perbedaan yang berdasarkan agama, baik agama Islam, agama Kristen, agama               Hindu, agama Budha dan sebagainya, mereka itu merupakan orang,
  2. Antara kelamin yang satu dengan yang lainnya tidak diadakan perbedaan pula, baik wanita maupun               laki-laki,
  3. Tidak pandang pula, apakah ia seorang kaya atau miskin, mereka mempunyai kedudukan yang sama               dan sederajat dalam masyarakat.
  4. Tidak pandang apakah manusia itu warga negara atau orang asing. Jadi kalau sampai hukum perdata             barat ini berlaku bagi orang asing, maka dia dianggap sebagai orang.

Menurut Agus Somawinata ( 1996 : 9 ) yang dimaksud dengan subyek hukum adalah pendukung hak-hak perdata dan kewajiban-kewajiban perdata subyek atau pendukung dari hubungan hukum ialah hubungan hukum perdata yang mempunyai hak perdata. Jadi badan pribadi atau persoon adalah subyek hak yang wenang berhak ( mempunyai kewenangan berhak), yaitu wenang untuk menjadi pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata.
Dengan demikian kita dapat menerima secara gamblang, bahwa setiap manusia dalam kedudukannya sebagai subyek hukum mempunyai wewenang hukum, yaitu wewenang untuk memiliki hak-hak subyektif, di mana hak-hak keperdataan tersebut tidak tergantung atau digantungkan kepada hak-hak kewarganegaraan. Menurut Achmad Sanusi ( 1984 : 162 ) hak-hak subyektif yang dimilki oleh setiap manusia dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

  • Mutlak, yaitu hak-hak subyektif yang dapat dilaksanakan terhadap setiap orang, dibalik wewenang daripada yang mempunyai hak, terdapat kewajiban bagi setiap orang lain untuk menghormati hak tersebut. Selanjutnya dikatakan, bahwa hak mutlak ini dapat dibagi 4, yaitu :

·         Hak-hak kepribadian atas jiwa, badan, kehormatan dan nama,
·         Beberapa hak kekeluargaan seperti hak orang tua, hak perwalian dan hak marital,
·    Hak-hak kebendaan (sebagian dari hak kekayaan ), seperti hak eigendom, baik atas benda berujud ataupun tidak berwujud,
·         Hak-hak atas barang-barang inmaterial, seperti hak mengarang, hak otroi dsb.


  •                     Nisbi, yaitu hak-hak kekayaan dan kekeluargaan yang tidak termasuk sebagai hak mutlak. Berlakunya kedudukan manusia sebagai pembawa hak adalah sejak dia dilahirkan sampai dia meninggal dunia, bahkan jika hukum memerlukan, misalnya untuk kepentingan pembagian warisan, maka sejak dalam kandunganpun berlakulah manusia sebagai pembawa hak, dengan catatan saat dia dilahirkan dalam keadaan hidup, sungguhpun hanya beberapa menit saja. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 2 KUH Perdata, bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan , bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkan nya, dianggaplah ia tak pernah telah ada.

D.      Hak kebendaan yang bersifat pelunasan
              1.       Jaminan umum
Dalam pasal 1331 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang aka nada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutangnya, Dalam pasal 1332KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kresitur yang memberikan kredit. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara berpiutang itu aa alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jamunan umum apabila telah memenuhi persyaratan yatu benda tersebut ekonomis dapat dinilai dengan uang dan benda tersebut dapat dipindah tanganan haknya kepada orang lain.
               2.       Jaminan khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang                       gadai, hipotek, hak tanggungan dan fisuda.
a)     Gadai
Dalam pasal 1150 KUH Perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atai orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang. Sifat-sifat gadai antara lain :
·       Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud,
·       Gadai merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur lalai membayar hutang,
·         Adanya sifat kebendaan.
b)      Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH Perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian dan padanya bagi pelunasan suatu perhitungan. Sifat-sifat Hipotik :
·         Objeknya benda-benda tetap,
·         Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain,
·         Hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapapun.
c)       Hak Tanggungan
Hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
d)      Fidusia
Fidusia atau FEO merupakan sauatu proses pengalihan hak kepemilikan,sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum  dan yang dapat menjadi objek suatu hubungan hukum karena hal itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Objek hukum dapat berupa benda, baik benda yang bergerak, (misalnya mobil dan hewan) maupun benda tidak bergerak (misalnya tanah dan bangunan). Di samping itu, objek hukum dapat berupa benda berwujud (misalnya tanah, bangunan, dan mobil) maupun benda tidak berwujud (misalnya hak cipta, hak merek, dan hak paten).
Manusia sebagai subyek hukum dikatakan juga sebagai pembawa hak atau pendukung hak. Sebagai subyek hukum manusia mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan dalam lapangan hukum, seperti mengadakan perjanjian jual beli,mengadakan pernikahan, mengadakan pembagian warisan, dan sebagainya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH TENTANG PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

KULINER NUSANTARA