SEJARAH HUKUM DI INDONESIA
Sejarah Hukum di Indonesia
Apakah kalian tahu sejarah hukum di Indonesia?? Sebelum membahas tentang
sejarah hukumnya, saya akan membahas terlebih dahulu tentang hukum. Hukum secara
etimologi yaitu kata hukum berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk
tunggal. Kata jamaknya adalah “Alkas” yangselanjutnya diambil alih dalam bahasa Indonesia menjadi
“Hukum”. Secara umum kita
dapat melihat bahwa hukum merupakan seluruh aturan tingkah laku berupa
norma/kaidah baik tertulis yang dapat mengatur dan menciptakan tata tertib
dalam masyarakat yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakatnya
berdasarkan keyakinan dan kekuasaan hukum itu.
Hukum di
Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan
hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek
sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan.
Proses meneruskan segala bentuk
sisa-sisa tertib hukum masa lalu di Indonesia hingga dewasa ini sangat sulit
dihindari karena lebih dari satu abad tatkala Indonesia ini masih disebut
Nederlandsch-Indië (Hindia Belanda) “telah berlangsung proses introduksi dan
proses perkembangan suatu sistem hukum asing ke/di dalam suatu tata kehidupan
dan tata hukum masyarakat pribumi yang otohton. Sistem hukum asing yang
dimaksud tidak lain adalah sistem hukum Eropa (khususnya Belanda) yang berakar
pada tradisi-tradisi hukum Indo-Jerman dan Romawi-Kristiani, dan yang
dimutakhirkan lewat berbagai revolusi, mulai dari ‘Papal Revolution’ hingga
Revolusi kaum borjuis-liberal di Perancis pada akhir abad 19. Sejarah hukum di Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 bagaian yaitu :
SEJARAH
HUKUM DI INDONESIA SEBELUM KEMERDEKAAN
Periode
Kolonialisme
Periode
kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal
Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
·
Periode VOC
Pada zaman
sebelum VOC datang ke nusantara, kedudukan hukum adat adalah sebagai hukum
positip yang berlaku sebagai hukum yang nyata dan
ditaati oleh rakyat yang pada saat itu Nusantara Indonesia terdiri
dari berbagai kerajaan. Contohnya Naskah hukum adat yang lahir pada
waktu itu antara lain Kitab Ciwakasoma yang dibuat pada masa raja Dharmawangsa
pada tahun 1000 Masehi, Kitab hukum Gadjah Mada pada masa kerajaan Majapahit
(1331-1364), Kitab Hukum Adigama pada zaman Patih Kanaka (1413-1430), dan Kitab
Hukum Kutaramanawa di Bali.Memasuki Zaman Vereenigde Oostindische Compagnie
(VOC) yaitu zaman dimana orang asing (Barat) mulai masuk ke nusantara dan
memberi perhatian terhadap hukum adat. Pada masa ini ditandai dengan kebijakan
Kompeni terhadap hukum adat dengan cara saling menghormati. Kekuasaan VOC
berakhir pada 31 Desember 1799.
Pada masa
pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk :
1.
Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di
negeri Belanda;
2.
Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3.
Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para
pendatang Eropa.
·
Periode liberal Belanda
Memasuki
periode 1816- 1848, kedudukan hukum adat mulai terancam karena penguasa Hindia
Belanda pada waktu itu mulai memperkenalkan dan menganut prinsip unifikasi
hukum untuk seluruh wilayah jajahannya dengan pengecualian berlakunya hukum
adat oleh bumiputera. Jadi secara prinsip hukum adat mulai terdesak oleh berlakunya
hukum Hindia Belanda akan tetapi dalam praktis pemerintahan masih dianut
persamaan kedudukan antara
hukum adat dan hukum barat. Pada
tahun 1816 Peraturan-peraturan umum termuat dalam lembaran yang diterbitkan
oleh Pemerintah Hindia Belanda yang disebut dengan “Staatsblad” beserta
“Bijblad”-nya. Staatsblad dan Bijblad yang pertama kali terbit dalam tahun 1816
sampai dengan 8 Maret 1942.
Tata hukum
Hindia Belanda pada saat itu terdiri dari : 1. Peraturan-peraturan tertulis
yang dikodifikasikan, 2. Peraturan-peratauran tertulis yang tidak
dikodifikasikan, 3. Peraturan-peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus
berlaku bagi golongan Eropa. Pada masa ini, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan
tertinggi atas daerah-daerah jajahan termasuk kekuasaan mutlak terhadap harta
milik negara bagian yang lain. Kekuasaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam
membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan nama Algemene
Verordening (Peraturan pusat). Ada 2 macam keputusan raja :
1. Ketetapan
raja sebagai tindakan eksekutif disebut Besluit. Seperti ketetapan pengangkatan
Gubernur Jenderal.
2. Ketetapan
raja sebagai tindakan legislatif disebut Algemene Verodening atau Algemene
Maatregel van Bestuur (AMVB)
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan
Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata
Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan
kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya
mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan
pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR
1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan
kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
·
Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan
Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal
politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
1. Pendidikan
untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum;
2. Pembentukan
Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi;
3. Penataan
organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi;
4. Penataan
lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas;
5. Pembentukan
peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum.
Setelah Belanda menguasai Hindia Belanda (Indonesia) kemudian
penguasa Jepang menduduki dan merebut Indonesia dari penjajahan Belanda.
Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pada masa
penjajahan Jepang daerah Hindia dibagi menjadi Indonesia Timur (dibawah
kekuasaan AL Jepang berkedudukan di Makassar) dan Indonesia Barat (dibawah
kekuasaan AD Jepang yang berkedudukan di Jakarta).
Peraturan-peraturan yang digunakan untuk mengatur pemerintahan
dibuat dengan dasar “Gun Seirei” melalui Osamu Seirei. Pasal 3 Osamu Seirei No.
1/1942 menentukan bahwa “semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan
undang-undang dari pemerintah yang lalu tetap diakui sah untuk sementara waktu,
asal tidak bertentangan dengan
peraturan pemerintah militer.Pada
Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Pada zaman penjajahan Jepang tidak sempat mengeluarkan
berbagai peraturan perundang-undangan karena masa menjajah hanya
31/2 (tiga setengah) tahun kecuali Undang-Undang Nomor 1 tahun 1942
yang berisi pemberlakuan berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman
Hindia Belanda.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi
seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan
militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa
orang-orang Belanda dan Eropa lainnya.
Periode
Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat
berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang
bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan
peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran
badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama
yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
SEJARAH
HUKUM INDONESIA PASA KEMERDEKAAN
Periode
Demokrasi Liberal
UUDS 1950
yang telah mengakui hak asasi manusia.Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan
tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk
mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan
mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi
dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi
peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau
penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No.
9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan
Kekuasaan Pengadilan.
Periode
Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah
pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam
dinamika hukum dan peradilan adalah:
·
Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan
badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif;
·
Mengganti lambang hukum dewi keadilan menjadi
pohon beringin yang berarti pengayoman;
·
Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan
secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU
No.13/1965;
·
Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku
kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan
yang lebih situasional dan kontekstual.
Periode Orde
Baru
Perkembangan
dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh
penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang
perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria,
dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal
asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing,
UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1)
Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem
pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum;
Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum
Nasional.
Periode
Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk
eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali
amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa
pembaruan formal yang mengemuka adalah:
·
Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan;
·
Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan
·
Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)
masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya.Selain
itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat
para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim
(kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan
hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan
proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta
peradilan para konglomerat hitam.
Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan
mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas
dilaksanakan.Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak
tentu arahnya.
Hukum di Indonesia itu sendiri di bagi menjadi
beberapa hokum yaitu hukum perdata, hukum publik, hukum pidana, hukum acara,
hukum tata negara, hukum internasional.
- Dalam sejarah sistem hukum di Indonesia pada masa kerajaan sebelum VOC datang adalah menggunakan hukum adat sebagai hukum positip di tiap-tiap daerah nusantara Indonesia yang ditaati dan dilaksanakan sebagai suatu adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa indonesia.
- Bahwa seiring dengan penjajahan Belanda, lambat laun Pemerintahan Hindia Belanda menggeser hukum adat sedikit demi sedikit digantikan dengan sistem hukum kodifikasi hukum Barat yang secara efektif berlaku sejak tahun 1848. Sejak tahun 1848, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan Acara Pidana berdasarkan pada pola Belanda berlaku bagi penduduk Belanda di Indonesia.
- Bahwa Pada masa penjajahan Jepangpun hukum kolonial Belanda masih digunakan karena Jepang tidak sempat mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan karena masa menjajah hanya 31/2 (tiga setengah) tahun kecuali Undang-Undang Nomor 1 tahun 1942 yang berisi pemberlakuan berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman Hindia Belanda.
- Jadi pada era orde lama, Indonesia menggunakan hukum Tiban yaitu hukum yang serta merta berlaku pada saat Indonesia merdeka. Oleh karena pada saat itu Indonesia belum memiliki atau merumuskan hukum, sehingga dipastikan bahwa produk hukumnya cenderung represif.
Komentar
Posting Komentar